I. SEJARAH SINGKAT SATUAN YONIF 411/6/2 KOSTRAD
Antara
tahun 1945 – 1950 adalah merupakan masa pergolakan revolusi Indonesia merdeka,
dimana negara yang baru dilahirkan ini mencari bentuk pemerintahan yang sesuai
dengan alam masyarakat Indonesia. Tahun – tahun ini merupakan masa penuh tantangan bagi rakyat Indonesia
dan kekacauan sistim pemerintahan adalah merupakan hal yang wajar bagi sebuah
bangsa yang baru merdeka. Hal ini dapat kita lihat dari kurangnya perhatian
pemerintah terhadap pertumbuhan Militer/Tentara Nasional Indonesia.
Pemerintah
masih mengandalkan kekuatan diplomasi karena hal ini merupakan satu-satunya
pilihan untuk menghadapi pemerintah Belanda yang masih ingin kembali menguasai
Indonesia
Dalam
situasi yang tidak menentu, pada tahun 1950 di Jawa Tengah tepatnya didaerah
Solo berdiri Brigade 5 yang kemudian berubah menjadi Brigade Panembahan
Senopati ( Brigade Petugas ) dan mempunyai 3 Batalyon masing-masing Batalyon
351 berkedudukan di Klaten dengan Komandannya Mayor Soenitiyoso, Batalyon 352
serta Batalyon 353 dengan Komandannya Mayor Sudigdo.Batalyon 351 kemudian
mendapat tugas operasi APRA dan penumpasan DI/TII Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat
Pada tahun
1951 ketiga Batalyon tersebut dilebur menjadi 4 Batalyon masing-masing dengan
nama Batalyon 415, Batalyon 416, Batalyon 417 dan Batalyon 418 keseluruhan
dibawah Resimen Infanteri 15 Batalyon 415 yang dipimpin oleh Mayor Sudigdo dan
berkedudukan di Kleco ( Solo ) hanya berusia 1 tahun sebab pada tahun 1952
telah diubah namanya menjadi Batalyon 444 begitupun Batalyon 416, Batalyon
417,dan Batalyon 418 direorganisasi menjadi Batalyon 445 dan Batalyon 446. Karena
Mayor Sudigdo dipindah tugaskan, maka
pimpinan batalyon diserahkan kepada Mayor Sudiro untuk kemudian pimpinan
batalyon diserah terimakan kepada Mayor Ranoewidjojo
Batalyon 444
berkedudukan di Kleco ( Solo ) dan selama itu Batalyon 444 menjalankan tugas
antara lain penumpasan DI/TII Jawa Tengah ( Eks Kapten Djami ), penumpasan
pemberontakan Batalyon 426 Kudus, pemadaman pemberontakan PRRI/Permesta tahun
1958 dan tugas operasi pembersihan sisa-sisa DI/TII tahun 1959 sebanyak 3 kali.
Komandan Batalyon diserah terimakan dari Mayor Ranoewidjojo kepada Mayor
Moecalis.Pada tahun 1952 ini dicanangkan Surya Sangkala pada kepala Tunggul
Satuan yang berbunyi “ KANTI PANDAWA TRUS MANUNGGAL “. Surya Sangkala ini
mengandung angka 2591 yang diartikan sebagai tahun terbentuknya Batalyon yakni
pada tahun 1952.
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa masih kurang teraturnya organisasi militer terutama
di kalangan Angkatan Darat. Reorganisasi satuan dalam waktu relatif singkat
maupun pergantian pimpinan dalam masa waktu yang tidak teratur mencerminkan
bahwa organisasi militer di Indonesia masih belum menemukan bentuknya yang difinitif. Pemerintahan
berpendapat bahwa di Indonesai belum cukup memadai untuk menghadapi tantangan
dari luar. Akibatnya organisasi militer di Indonesia mengalami hambatan untuk
berkembang
b. Penggabungan Batalyon 444 dan Batalyon
446 menjadi Batalyon K
Tahun 1961
Resimen Infanteri 15 berubah namanya menjadi Brigade Infanteri 6 dan Batalyon
dilingkungan Brigade Infanteri 6 pun direorganisasi masing-masing menjadi
Batalyon 444, Batalyon 445, Batalyon 446 dan Batalyon 451, Batalyon 444
dipimpin berturut-turut oleh Mayor Marwotosoeko, Mayor Soeryo Soesilo, ( Eks )
Mayor Kaderi. Sedangkan Batalyon 446 dipimpin berturut-turut oleh Mayor
Samsoeharto, Mayor Soerono dan Mayor Soedarso.
Pada tahun
1961 Batalyon-Batalyon dalam jajaran Brigade Infanteri 6 secara bergantian
ditugaskan didaerah CBN IV dan Jawa Barat dalam operasi pemulihan keamanan
dalam negeri. Sedangkan dari bulan April 1954 sampai dengan bulan Mei 1965
seluruh Batalyon yang tergabung dalam jajaran Brigade Infanteri 6 melaksanakan
tugas operasi dalam rangka penumpasan DI/TII Kahar Muzakar di daerah Sulawesi.
Pada
tanggal 1 Agustus 1965 Batalyon-batalyon dalam jajaran Brigade Infanteri 6
direorganisasi menjadi Batalyon K, Batalyon L dan Batalyon M. Batalyon K inilah
yang nantinya akan menjadi Batalyon 411, Batalyon K berkedudukan di Kleco (
Solo ) dan dipimpin oleh ( Eks ) Mayor Kaderi.
c. Peristiwa tahun 1965 dan pengaruhnya
terhadap Batalyon K.
Tahun 1965 merupakan lembaran hitam bagi bangsa Indonesia dimana
pada tanggal 30 September 1965 terjadi pemberontakan PKI, Partai Komunis
Indonesia berusaha untuk meggulingkan pemerintahan yang sah dan menggantikan
idiologi Pancasila dengan Idiologi komunis. Dalam peristiwa ini telah gugur 7
orang Jenderal sebagai akibat dari kekejaman PKI.
Sebelum meletusnya gerakan PKI,
sebenarnya sudah timbul beberapa gerakan yang menunjukkan bahwa di Indonesia
akan timbul gerakan politik yang akan menggulingkan pemerintahan yang sah. Ada
beberapa move terutama di daerah jawa tengah, yang merupakan proloog peristiwa
G 30 S/PKI.
Bulan Mei 1965, yakni pada hari ulang
tahun PKI yang ke 45, seluruh massa kekuatan PKI mengadakan long mars dari
Banyuwangi ke Anyer dengan memamerkan
panji-panji PKI. Long mars ini rupanya mempunyai tujuan untuk
menunjukkan kepada rakyat khususnya
dipulau Jawa akan kekuatan PKI. Disamping itu, di daerah Solo dan sekitarnya
ada beberapa peristiwa yang menunjukkan aksi kekuatan PKI, antara lain aksi
Pemuda rakyat yang menentang pembebasan
tanah di daerah Klaten. Di Boyolali, barisan Tani Indonesia juga
menunjukkan aksi menentang pembebasan tanah.
Pada pertengahan tahun 1965 Komandan
DODIK 5 Klaten pernah meminta bantuan Dandim Klaten untuk melatih dasar-dasar
kemiliteran bagi pemuda rakyat dan Gerwani, tetapi permintaan ini ditolak.
Peristiwa lain adalah terjadinya baku hantam antara prajurit Batalyon 451
dengan anggota GMNI ketika GMNI mengadakan long mars dari Klaten ke Jogja.
Dalam peristiwa tersebut, seorang anggota Batalyon 451 di serang oleh anggota
GMNI secara beramai-ramai sehingga prajurit tersebut terluka dan berakibat ia
memanggil teman-temannya sesama anggota Yon 451 untuk membalas dendam.
Akibatnya setiap prajurit Yon 451 yang bertemu dengan Pemuda Marhaen dapat
dipastikan akan terjadi perkelahian.
Dalam politik pemerintahanpun terjadi
persaingan antara golongan yang pro dan kontra PKI. DN Aidit sebagai ketua PKI
pernah mengusulkan kepada Presiden Soekarno
agar kaum buruh dan tani dipersenjatai sehingga merupakan angkatan ke 5
dalam Angkatan Bersenjata. Tetapi hal
ini mendapat tantangan yang keras dari
Jenderal AH Nasution. Apakah ini merupakan tindakan untuk menghimpun kekuatan
bersenjata? Dari kejadian - kejadian
tersebut diatas jelas bahwa PKI cenderung mempengaruhi massa untuk
mengadakan gerakan subversi menentang
pemerintah Indonesia.
Pada hahekatnya, peristiwa G 30 S/PKI
juga organisasi militer baik dikalangan
TNI AD, AU dan Polri. Banyak diantara unsur-unsur pimpinan dalam lingkungan
Angkatan Darat yang terlibat baik
langsung maupun tidak langsung pada peristiwa ini. Dilingkungan Brigade
Infanteri 6, unsur-unsur PKI telah masuk sampai pada tingkat Batalyonnya,
diantaranya unsur Batalyon K terlibat dalam peristiwa ini.
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
keterlibatan unsur pimpinan Batalyon K
adalah usaha dari Komandan Batalyon yaitu ( eks) Mayor Kaderi untuk
menggerakkan 1 Batalyon yang dipimpinnya meninggalkan Home base menuju Semarang
dengan tujuan membunuh Panglima Kodam VII/Diponegoro. Berbekal alat
persenjataan yang lengkap, berangkatlah para prajurit Batalyon K menuju
Semarang tanpa mereka sadari apa tujuannya, sebab sebagai seorang prajurit
mereka harus patuh dan loyal terhadap perintah atasan. Tetapi usaha
ini dapat digagalkan karena ketika pasukan
baru masuk Srondol, sudah diperintahkan untuk kembali ke Home Base, dari
gerakan ini dapat diketahui bahwa ada
unsur pimpinan Batalyon K yang terlibat langsung gerakan PKI.
Sebagai tindakan pengamanan terhadap
Batalyon K yang pimpinnya terlibat G 30 S/PKI dan Batalyonnya mempunyai
kekuatan senjata lengkap, maka diambil suatu tindakkan terhadap seluruh
personel yaitu Batalyon K di BP kan ke Kalimantan selama 18 bulan. Tindakan ini
mempunyai tujuan :
1. Menjauhkan
pasukan dari situasi pergolakan.
2. Menahan Komandan
Batalyon agar tidak dapat menggerakkan pasukannya untuk mengacaukan daerah Solo
dan sekitarnya.
Maka pada bulan Oktober 1965, Batalyon
K diberangkatkan ke Kalimantan Selatan. Satu bulan kemudian unsur-unsur
pimpinan Batalyon K yang terlibat G 30 S/PKI dipanggil ke Jawa tengah untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya dan jabatan Komandan Batalyon diserahkan
kepada Letkol Bambang Susilo.
d. Batalyon
K menjadi Batalyon Infanteri 411.
Selama masa
BP di Kalimantan selatan ,Batalyon K bertugas mengamankan wilayah Kalimantan
Selatan dikenal dengan Operasi Dwikora yang mencakup tugas pembinaan
teritorial.
Berdasarkan
Surat Keputusan Pangdam VII/Diponegoro Nomor : Skep-8/2/1966 tanggal 7 Pebruari
1966 dan Surat Perintah Komandan Brigade Infanteri 6 Nomor : Sprin-4119/5/1966
tanggal 3 Mei 1966, maka Batalyon K berubah menjadi Batalyon Infanteri 411
/Pandawa.
Bulan April
1967 setelah tugas Operasi Dwikora selesai, Pasukan Yonif 411 kembali ke Pulau
Jawa, langsung dipindahkan dari Kleco ke Klaten. Jabatan Komandan Batalyon
diserah terimakan dari Letkol Bambang Soesilo kepada Letkol Soegiri.Tugas
Letkol Soegiri adalah membersihkan personel sisa-sisa pengaruh PKI.
Setelah
Pasukan menempati pangkalan di Klaten, oleh Letkol Soegiri seluruh Pasukan
dicutikan dengan maksud mengamankan alat persenjataan. Pada masa cuti tersebut,
para Perwira yang dicurigai terlibat G 30 S/PKI dibebas tugaskan dan Bintara/
Tamtama yang dicurigai dipindah tugaskan ke Irian Jaya. Sisa Pasukan hanya 61
orang. Untuk mengisi kekosongan, Letkol Soegiri menerima 104 orang Bintara dari
Brigif 4, 399 orang Tamtama dari Dodik 5 Klaten serta beberapa orang Perwira
lulusan AKABRI. Saat itulah, yakni peremajaan personel Batalyon yang bersih
dari pengaruh PKI dijadikan sebagai hari lahir Batalyon Infanteri 411 yaitu
tanggal 1 Juni 1967.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar